Dibandingkan dengan lagu kebangsaan lain, lagu kebangsaan Indonesia Raya memang memiliki lirik dan durasi yang cukup panjang. Mungkin itulah sebabnya bagi siswa SD di Indonesia, menghafal lirik lagu kebangsaan adalah sebuah tantangan yang tidak ringan, apalagi lengkap dalam 3 Stanza.

Sebagai gambaran bila rata-rata lagu kebangsaan durasinya kurang dari 2 menit, Indonesia Raya lengkap 3 Stanza durasinya hampir 5 menit. Karena terlalu panjang maka Lagu Indonesia Raya yang sering diperdengarkan adalah versi satu Stanza.  

Berikut ini lirik lagu “Indonesia Raya” tiga Stanza tersebut selengkapnya:

Stanza I

Indonesia tanah airku,

Tanah tumpah darahku,

Di sanalah aku berdiri,

Jadi pandu ibuku.

Indonesia kebangsaanku,

Bangsa dan tanah airku,

Marilah kita berseru,

Indonesia bersatu.

Hiduplah tanahku,

Hiduplah negriku,

Bangsaku, Rakyatku, semuanya,

Bangunlah jiwanya,

Bangunlah badannya,

Untuk Indonesia Raya.

Stanza II

Indonesia, tanah yang mulia,

Tanah kita yang kaya,

Di sanalah aku berdiri,

Untuk s'lama-lamanya.

Indonesia, tanah pusaka,

P'saka kita semuanya,

Marilah kita mendoa,

Indonesia bahagia.

Suburlah tanahnya,

Suburlah jiwanya,

Bangsanya, Rakyatnya, semuanya,

Sadarlah hatinya,

Sadarlah budinya,

Untuk Indonesia Raya.

Stanza III

Indonesia, tanah yang suci,

Tanah kita yang sakti,

Di sanalah aku berdiri,

N'jaga ibu sejati.

Indonesia, tanah berseri,

Tanah yang aku sayangi,

Marilah kita berjanji, Indonesia abadi.

S'lamatlah rakyatnya, S'lamatlah putranya,

Pulaunya, lautnya, semuanya,

Majulah Neg'rinya,

Majulah pandunya,

Untuk Indonesia Raya.

Refrain

Indonesia Raya,

Merdeka, merdeka,

Tanahku, neg'riku yang kucinta!

Indonesia Raya,

Merdeka, merdeka,

Hiduplah Indonesia Raya.

 

Sejarah Lagu Kebangsaan Indonesia Raya

Wage Rudolf Soepratman terpanggil untuk menciptakan lagu kebangsaan setelah ia membaca tulisan pada majalah “Tumbuh” terbitan Solo yang memuat tulisan: "Alangkah baiknya jika ada seorang pemuda Indonesia yang dapat menciptakan lagu kebangsaan, karena bangsa-bangsa lain sudah memiliki lagu kebangsaan mereka sendiri."

Sejak saat itulah W.R Soepratman mulai menyusun komposisi dan lirik lagu Indonesia Raya. Lagu Indonesia Raya pun lahir pada pertengahan tahun 1928. Ia lalu membawakan karyanya dengan biola pada acara Kongres Pemuda Indonesia II. Pada Kongres Pemuda Indonesia II tanggal 28 Oktober 1928 itu diputuskan bahwa lagu Indonesia Raya menjadi lagu kebangsaan Indonesia dan merupakan lagu resmi Indonesia yang wajib dinyanyikan saat upacara penting.

Memaknai Lirik Lagu Indonesia Raya

Indonesia Raya adalah sebuah komposisi yang tak hanya sekadar berfungsi sebagai lagu nasional belaka, tetapi juga merupakan sumber inspirasi bangsa Indonesia. Kandungan dan kedalaman makna yang ditawarkan dalam lirik lagu Indonesia Raya sungguh luar biasa dan patut dijadikan bahan perenungan dan penyemangat, bahkan hingga saat ini, 92 tahun setelah lagu ini diciptakan. Hal ini berbeda dengan lagu-lagu kebangsaan lain yang kebanyakan liriknya hanya berupa puja-puji kepada tanah air atau Raja saja.

Lirik lagu Indonesia Raya 3 Stanza mempunyai karakter yang kuat. Antara satu Stanza dengan Stanza lainnya mengandung unsur-unsur penyemangat yang berkaitan dan saling berkesinambungan. Misalnya pada lirik “Marilah kita berseru, Indonesia bersatu” pada Stanza I. Lirik tersebut merupakan ujaran penyemangat yang berupaya untuk mengajak semua orang bersatu di bawah naungan Indonesia Raya. Hingga saat ini pun ajakan untuk bersatu ini masih sangat relevan karena saat ini bangsa Indonesia menghadapi krisis persatuan.

Ada pula lirik yang berbunyi “Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya”. Menurut sejarah, lirik ini sebelumnya adalah “Bangunlah badannya, bangunlah jiwanya” yang kemudian dibalik urutannya atas usul Ir. Soekarno, mengacu pada pendapatnya: “Tak akan bangun raga seseorang jika jiwanya tidak terlebih dahulu bangun. Hanya seorang budak yang badannya bangkit namun jiwanya tidak”.
Penggalan lirik ini sebenarnya memiliki makna yang lebih dalam lagi. Ajakan untuk membangunkan jiwa menunjukkan bahwa negeri Indonesia Raya hanya akan tercapai bilamana jiwa-jiwa dari bangsa Indonesia hidup dan bangkit. Jika komponen utama dari jiwa adalah hati, maka membangunkan jiwa dapat dimaknai sebagai menghidupkan hati.

Selanjutnya Stanza II mengandung lirik seperti ini: “Marilah kita mendo’a, Indonesia bahagia”. Setelah seruan untuk bersatu-padu, rakyat Indonesia kemudian diminta untuk berdo’a agar negeri ini dapat terus bahagia. Hal ini menunjukkan religiusitas dari lagu Indonesia Raya. Dengan adanya kesadaran penuh bahwa Tuhan tetap menjadi penentu utama, maka akan tumbuh sikap berserah diri bahwasanya tetap ada batas-batas yang tak akan bisa ditembus oleh manusia. Ada kekuatan tertinggi yang memberi harapan akan terjadinya satu perubahan yang membahagiakan. Itulah kekuatan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Baris keenam Stanza II berbunyi “Sadarlah hatinya, sadarlah budinya” juga mempunyai makna yang dalam. Hati adalah bagian utama dari manusia sebagai makhluk paripurna. Hati adalah cermin tempat pahala dan dosa beradu, tempat bagi kesadaran manusia yang paling hakiki. Sedangkan budi atau akhlak adalah pancaran dari kualitas hati seseorang. Baris ke 6 dari Stanza III ini sebenarnya merupakan lanjutan dari baris 11 Stanza I. Bilamana jiwa sudah bangun, maka akan tercipta hati yang sadar dan budi yang sadar. Hati yang hidup menuntun kepada akhlak yang mulia, penuh kejujuran, rela berkorban, teguh berjuang dan pelbagai sikap terpuji lainnya.  Dengan hati dan akhlak yang mulia maka akan terciptalah Indonesia Raya, atau dalam istilah agama Islam terciptalah Indonesia yang “Baldatun Thoyyibatun wa Rabbun Ghafur”.

Stanza III ditutup dengan lirik “Marilah kita berjanji, Indonesia abadi”. Setelah berseru untuk bersatu, menghidupkan hati dan membentuk akhlak mulia, kemudian berdo’a agar Indonesia tetap bahagia, maka sekarang saatnya untuk berjanji agar Indonesia tetap abadi. Selanjutnya tidak ada lagi seruan atau do’a. Yang ada hanyalah janji diri agar Indonesia tetap abadi. Dalam baris kelima dari lirik Stanza III disematkan pula harapan-harapan agar “slamatlah tanahnya, slamatlah puteranya, pulaunya, lautnya, semuanya”. Tanah, putera, pulau, dan laut adalah sumber daya alam dan sumber daya manusia. Di Stanza III ini terselip amanat bagi seluruh warga negara untuk menyelamatkan semua sumber daya yang menjadi kekayaan negeri ini demi keselamatan rakyat.

Demikianlah, dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda dimana di dalamnya terdapat sejarah terciptanya lagu kebangsaan, lirik lagu Indonesia Raya ini hendaknya dapat kembali direnungkan maknanya, sebagai upaya untuk menyegarkan kembali semangat kebangsaan. Karakter ke-Indonesia-an kita tecermin kuat dalam lagu ini. Sesuai dengan tujuan awal lagu ini diciptakan oleh W.R. Soepratman, lagu Indonesia Raya mampu menangkap makna penerimaan atas perbedaan. Indonesia Raya adalah panduan bagi segenap warga negara Republik Indonesia untuk belajar kembali perihal kedaulatan, kemandirian, juga karakter kepribadian bangsa kita. Kita belajar kembali tentag semangat persatuan dalam keberagaman dan keselarasan untuk membangun negeri tercinta. Semoga bangsa Indonesia menjadi negeri yang semakin baik, bangsa yang dosa dan kesalahan masa lalunya, bahkan dosa dan kesalahan masa depannya yang belum terjadi, dimaafkan dan diampuni Allah SWT dengan rahmat dan ridho-Nya.

Dengan rahmat dan ridho-Nya juga insya Allah bangsa ini akan menjadi bangsa besar yang cerdas, berakhlak mulia, lolos dari jebakan middle income trap, dan berhasil memanfaatkan momentum bonus demografi untuk kemajuan bangsa di masa depan, sehingga bisa ikut serta dalam menciptakan perdamaian dunia.

Diterbitkan di Opini