Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Antariksa Ameriika Serikat (NASA) menyebut Jakarta dan pulau reklamasi menjadi salah satu kota pesisir yang terancam tenggelam. Ancaman tenggelam ini terjadi akibat kenaikan permukaan air laut imbas pemanasan global dan pencairan lapisan es.

"Hanya sedikit tempat yang menghadapi potensi itu salah satunya daerah dengan penduduk 32 juta orang di Jakarta," seperti tertulis pada laman NASA. 

foto jakarta dari satelit NASA
Foto Jakarta dari satelit NASA tahun 1990 terlihat area tampak lebih hijau dan belum ada penambahan reklamasi di pesisir Jakarta. (Tangkapan layar web landsat.visibleearth.nasa.gov)

 

foto jakarta dari satelit NASA

Foto Jakarta dari satelit NASA pada 2019 dengan berkurangnya area hijau dan penambahan beberapa pulau reklamasi di pesisir Jakarta. (Tangkapan layar web landsat.visibleearth.nasa.gov)

 

NASA pun lantas membagikan foto aerial Jakarta pada 1990 dibandingkan dengan 2019. Gambar dari satelit LandsatNASA menunjukkan evolusi wajah kota Jakarta selama tiga dekade terakhir.

Sejak gambar pertama ditangkap pada tahun 1990, lahan buatan dan pembangunan baru telah menyebar ke perairan dangkal Teluk Jakarta.

Menurut analisis data Landsat NASA, Jakarta setidaknya telah membangun 1185 hektar lahan baru di sepanjang pesisir pantai.Pasalnya, penambahan lahan dengan menambah pulau buatan kerap menjadi solusi tercepat. Sebab, tanah-tanah ini akan memadat dari waktu ke waktu.

Sebagian besar lahan telah digunakan untuk pembangunan perumahan kelas atas dan lapangan golf, jelas Dhritiraj Sengupta, ilmuwan penginderaan jauh di East China Normal University.

Pembangunan di pesisir pantai itu dianggap berisiko, karena berada di garis depan wilayah Jakarta yang tak terhindarkan tenggelam akibat kenaikan permukaan laut. Pasalnya, secara global kenaikan permukaan air laut terus naik hingga 3,3 milimeter pertahun.

Pulau-pulau reklamasi juga dianggap berisiko tenggelam karena punya tingkat penurunan tanah yang cepat. Sebab, tanah di pulau buatan merupakan jenis tanah yang paling cepat tenggelam, karena pasir dan tanahnya mengendap dan menjadi padat seiring waktu.

Sengouta mengatakan sebagian wilayah Jakarta Utara berisiko mengalami penurunan puluhan milimeter per tahun. Tapi, di pulau-pulau reklamasi, angka penurunan tanah itu melonjak hingga 80 milimeter per tahun.

Beberapa pulau baru dibangun merupkan bagian dari rencana induk Pembangunan Terpadu Pesisir Ibu Kota Negara (PTPIN), sebuah upaya untuk melindungi kota dari banjir dan untuk mendorong pembangunan ekonomi.

Inisiatif utama itu adalah pembangunan tanggul laut raksasa dan 17 pulau buatandi sekitar Teluk Jakarta. Meskipun pengerjaan proyek dimulai pada tahun 2015, berbagai masalah lingkungan, ekonomi, dan teknis telah memperlambat pembangunan.

 

NASA menungkap risiko Jakarta tenggelam lewat foto satelit dan meyebut pulau reklamasi paling rawan.

Ilustrasi (CNN Indonesia/Andry Novelino)

Selain itu, hujan badai juga akan makin intens akibat pemanasan global. Hal ini ikut meningkatkan bahaya di kawasan lain Jakarta yang memang sejak dulu sudah kerap dilanda banjir akibat luapan air sungai.

Sejak lama masalah banjir memang kerap melanda Jakarta akibat aliran sungai dataran rendah yang kerap meluap selama musim hujan.

Sejak tahun 1990, banjir besar telah terjadi setiap beberapa tahun di Jakarta, yang memaksa puluhan ribu orang sering mengungsi. Musim hujan pada tahun 2007 membawa banjir yang sangat merusak, dengan lebih dari 70 persen kota terendam.

Namun, dalam beberapa dekade terakhir masalah banjir dilaporkan kian memburuk, sebagian didorong oleh pengambilan air tanah secara masif yang mengakibatkan penyusutan air tanah.

Akibatnya, terjadi penurunan tanah di Jakarta yang menyebabkan saat ini 40 persen wilayah kota sekarang berada di bawah permukaan laut.

Urbanisasi yang cepat, perubahan penggunaan lahan, dan pertumbuhan penduduk disinyalir telah memperburuk masalah alam.

Penggantian wilayah hutan dan vegetasi menjadi permukaan kedap air. Selain itu, berkurangnya area vegetasi di sekitar sungai Ciliwung dan Cisadane telah mengurangi jumlah air yang dapat diserap oleh tanah. Sehingga meningkatkan risiko banjir.

Selain itu, banyak saluran sungai dan kanal yang menyempit atau tersumbat secara berkala oleh sedimen dan sampah, sehingga sangat rentan terhadap banjir.

Peningkatan populasi pun naik dua kali lipat di kota metropolitan ini antara tahun 1990 dan 2020. Sehingga, banyak orang memadati dataran banjir yang berisiko tinggi.

(can/eks)

Diterbitkan di Berita

Jakarta, CNN Indonesia -- Deputi VII Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto menyebut banyak peralatan yang digunakan Indonesia ditempeli satelit mata-mata pihak asing.

Hal ini diungkap Wawan saat dirinya menjadi salah satu pembicara dalam diskusi virtual yang digelar Persatuan Alumni GMNI bertajuk Pertahanan Negara dan Keamanan Nasional : Strategi, Kebijakan dan Pembangunan Sesuai Karakter Bangsa.

"Peralatan (negara) ini di antaranya juga banyak yang ditempeli satelit mata-mata oleh pihak luar," kata Wawan dalam diskusi tersebut, Selasa (15/6).

Meski begitu Wawan tak merinci peralatan apa saja yang saat ini didompleng mata-mata asing tersebut. Dia juga tak menjelaskan secara spesifik jenis peralatan tersebut. 

Menurut Wawan peralatan-peralatan ini harus segera dievaluasi. Bahkan jika perlu alat-alat ini harus segera diganti agar tak muncul permasalahan di kemudian hari.

Seharusnya menjadi perhatian khusus, kata dia, agar ke depan tak terjadi kebocoran data yang berakibat fatal dalam pertahanan negara.

"Ini harus menjadi perhatian kita semua bagaimana bisa menciptakan satelit sendiri sehingga tidak bergantung kepada satelit pihak lain yang akhirnya terjadi kebocoran-kebocoran," kata Wawan.

Selain itu, Wawan juga mengingatkan agar semua pihak benar-benar bisa memperhatikan sistem keamanan nasional.

"Jadi penguasaan teknologi menjadi demikian penting supaya semua pihak memperhatikan dari sistem keamanan nasional," kata dia.

(tst/ain)

Diterbitkan di Berita

Siapa sangka penyelenggaraan Asian Games di Jakarta tahun 1962 ternyata mempunyai andil dalam mewarnai langit Indonesia dengan berbagai satelit geostasioner, satelit orbit sedang dan satelit orbit rendah.

Diterbitkan di Iptek