Semarang, NU Online Menjelang usia satu abad Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi yang semakin matang dalam merespons berbagai fenomena harus mempelopori konsolidasi akhlak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.  

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof KH Said Aqil Siroj mengatakan, ada tiga poin penting yang harus diperhatikan dan dilaksanakan para pengurus dan warga NU dalam memperingati hari lahir (Harlah) ke-98 NU tahun ini, satu di antaranya adalah konsolidasi akhlak.

"Konsolidasi akhlak menjadi salah satu bagian dari poin konsolidasi organisasi yang  harus dibangun di usianya yang menjelang satu abad ini," kata kiai Said saat menyampaikan pidato pengarahan secara virtual dalam acara Peringatan Hari Lahir (Harlah) ke-98 NU yang diselenggarakan PWNU Jateng di Semarang,  Senin (10 Rajab/Ahad (21/2).  

Menurutnya, konsolidasi akhlak harus dijadikan landasan kuat dalam mengkonsolidasikan kekuatan organisasi. Tanpa akhlak mulia, meski didukung sumberdaya manusia dan sumber dana yang kuat akan sia-sia saja.  

"Contoh, bisa dilihat bangsa-bangsa di Timur Tengah yang mayoritas muslim dan negara-negara muslim di berbagai belahan dunia lainnya karena abai dalam hal akhlak negaranya porak poranda. Perbedaan yang muncul tidak bisa diselesaikan dengan baik," tegasnya.  

Dikatakan, potret kegaduhan dan goncangan yang terjadi di masyarakat mulai lokal hingga internasional lebih disebabkan terabaikannya implementasi nilai-nilai akhlak.

Karena itu sesuai dengan karakter yang melekat, warga NU harus bisa menjadi teladan dan pelopor berakhlak mulia dalam bermasyarakat.   

"Beruntung NU oleh para muassisnya didesain untuk selalu membina akhlak warganya dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sehingga dalam kurun waktu hampir seabad mampu mengawal perjalanan bangsa Indonesia dan ini akan terus dilanjutkan," terangnya.  

Selain konsolidasi lanjutnya, poin kedua adalah melalui harlah ini diharapkan nahdliyin dapat meneladani semangat khidmah para pendahulu dalam menghadirkan NU di masyarakat sehingga dapat dirasakan manfaatnya mulai dari lokal hingga internasional.  

"Sedang poin ketiga, adalah meningkatkan pemahaman tujuan didirikannya NU oleh para muassis yang bukan orang sembarangan. Sehingga dari pemahaman ini muncul pesan agar kita semua berhati-hati dalam ngurus organisasi ini," pungkasnya.  

Ketua PWNU Jateng Muhammad Muzamil mengatakan melalui majlis haul dan harlah ini PWNU Jateng menyampaikan informasi kepada cabang-cabang dan nahdliyin bahwa konsolidasi menjadi arus utama program NU di Jateng mulai dari wilayah hingga ranting, bahkan hingga anak ranting NU, dan nahdliyin.  

"Tentu semuanya sudah mengetahui dan merasakan nuansa konsolidasi sangat dominan dalam menggerakkan NU di Jateng sejak selesainya konferensi wilayah NU Jateng beberapa tahun lalu di Grobogan," pungkas Kiai Muzamil.

Diterbitkan di Berita

Rasulullah SAW adalah karunia bagi alam semesta

Seberapa pentingkah arti kelahiran Nabi Muhammad SAW hingga diperingati menjadi acara Maulid Nabi di seluruh dunia?

Jawabannya ada di dalam Surah al-Anbiya’ ayat 107:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ

Dan Kami tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi sekalian alam.

Ayat di atas memberikan pengertian kepada kaum muslimin betapa besarnya arti kelahiran junjungan kita, Nabi Muhammad SAW yang telah dipilih oleh Allah SWT, bukan hanya untuk umat manusia saja, tetapi juga sebagai rahmat bagi alam semesta. Ajaran yang dibawakan oleh Beliau SAW adalah ajaran Islam, datang membawa hidayah Allah SWT untuk menyelamatkan manusia di dunia dan di akhirat.

Ini jelas merupakan nikmat yang tiada terhingga besarnya. Dengan sendirinya kelahiran manusia pilihan Allah yang bertugas membawa nikmat besar itupun merupakan nikmat pula, sebab kelahiran Islam tentu saja tidak dapat dipisahkan dengan kelahiran Nabi Muhammada SAW. Dengan demikian maka besarnya arti Maulid Nabi SAW adalah seluas arti dan makna nikmat Hidayah Ilahi serta seluas arti rahmat bagi alam semesta. Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada junjungan kita Baginda Sayyidina Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti Beliau dengan jujur dan benar hingga akhir zaman.

Setelah itu muncul pertanyaan lain, apa sebenarnya misi Rasulullah SAW di dunia ini?. Dalam salah satu hadits yang terkenal Beliau SAW bersabda:

 إنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأخْلَاقَ

Sesungguhnya Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia. (HR. Ahmad)

Jelas sekali bahwa misi Nabi bukanlah mengIslamkan seluruh dunia, tetapi menyeru dan mengajarkan akhlakul hasanahakhlakul karimahakhlakul azhimah. Allah SWT berfirman:

 وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَآمَنَ مَن فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا أَفَأَنتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّىٰ يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ

Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya? (QS. Yunus 10)

Akhlak dan amar ma’ruf nahi munkar

Dewasa ini banyak orang merasa seolah-olah sedang menjalankan salah satu panggilan agama, yakni melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Namun pada kenyataannya cara yang digunakan untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar tersebut tidak dapat dibenarkan oleh agama. Telah terjadi banyak tindak kekerasan dan persekusi, misalnya semena-mena memaksa orang menutup warung-warung makan saat bulan Ramadhan, pidato berapi-api saat demo di jalanan, ceramah di youtube atau media sosial yang semuanya disertai dengan caci-maki, sumpah serapah dan ujaran buruk. Semua aktivitas yang lagi nge-trend semacam ini tidak dapat direken sebagai amar ma’ruf nahi munkar. Hal ini disebabkan karena tindakan seperti ini tidak memenuhi persyaratan dan adab amar ma’ruf nahi munkar. Persyaratan pelaku amar ma'ruf nahi munkar secara syari'at adalah dari golongan orang-orang mukallaf, dewasa, dan berakal. Sedangkan adab amar ma'ruf nahi munkar menurut ulama ahli hikmah ada 3: 

  • Ilmu
  • Wara'
  • Akhlak yang luhur

Ilmu: Seorang pelaku amar ma'ruf nahi munkar harus mengetahui kapan, dimana, dan bagaimana dia melaksanakan hal itu, agar tetap dalam kerangka syari'at dan tidak melampauinya.

Wara': Dia harus memiliki sifat wara' (yakni sifat tulus dan hati-hati) yang mencegahnya dari melanggar batas yang diketahuinya.

Akhlak yang luhur: yakni ia melakukannya dengan cara halus dan lemah lembut. Bahkan dapat dikatakan akhlak luhur merupakan hal yang terpenting diantara penyebab keberhasilannya, sedangkan faktor ilmu dan wara' saja tidak cukup. 

Hanya dengan ketiga sifat tersebut tindakan amar ma'ruf nahi munkar menjadi efektif dan dapat menjadi sarana taqarrub kepada Allah. Sebaliknya tanpa ketiga sifat itu kemunkaran tidak dapat tercegah. Bahkan mungkin saja tindakan ber-amar ma'ruf nahi munkar itu justru bisa menjadi kemunkaran itu sendiri, dengan skala yang lebih besar, disebabkan telah melampaui batas yang ditentukan oleh agama.

Mengubah kemunkaran dengan tangan atau kekuasaan adalah tugas aparatur pemerintah. Adapun dengan ucapan adalah tugas dari ulama. Dan merubah kemunkaran dengan hati bagi para pemilik hati.

Dakwah itu memang harus tegas, namun caranya haruslah lemah lembut. Pengertian tegas tidak sama dengan dengan perilaku kekerasan. Dakwah juga tidak boleh dilakukan dengan menebar hinaan, umpatan atau tindakan fasiq lainnya.

Rasulullah SAW tidak pernah mengumpat dan melarang para mukminin mengumpat. Sabda Rasulullah SAW:

لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلَا اللَّعَّانِ وَلاَ الْفَاحِشِ وَلا الْبَذِيْءِ

Bukanlah orang mukmin mereka yang suka mencela, yang suka mengutuk, yang suka berkata-kata jelek dan bodoh. (HR. Turmudzi dan Hakim)

Beliau manusia yang tidak pernah berkata-kata buruk, apalagi mengutuk, mengumpat atau mencaci-maki orang lain, meskipun Beliau sendiri sering disakiti, dihina dan dicaci-maki.

Dalam sebuah hadits diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik RA:

لَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاحِشًا وَلاَ لَعَّاناً وَلَا سَبَّاباً.

Rasulullah SAW bukanlah orang yang biasa berkata-kata jorok, bukan pengutuk dan bukan pula tukang cacimaki. (HR. Muslim)

Bila saat ini kita menemukan sejumlah orang yang berkata-kata jorok, mengumpat, mencacimaki dengan dalih berdakwah atau melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, maka 100 % mereka itu tidak mengikuti ajaran Rasulullah. Justru orang-orang semacam inilah yang terang-terangan menentang Rasulullah SAW, karena Rasulullah telah melarang perilaku su’ul adab dan durhaka ini dan memberikan contoh yang sebaliknya. Barangsiapa menentang Rasulullah berarti ia menentang Allah. Menentang kepada Allah berarti ia tidak takut kepada Allah. Selanjutnya barangsiapa tidak takut kepada Allah tentu mereka bukan ulama. Ingat firman Allah dalam Surah al-Fathir 28:

إِنَّمَا يَخْشَى اللّٰهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.

Menggunakan akal sehat saja sebenarnya sudah dapat difahami, jikalau ada seseorang yang suka berkata kasar, menghina-hina, mengumpat-umpat itu tidak patut diteladani atau dipercaya ujarannya. Apalagi bila dilihat dengan hati yang hidup dan jernih dari mukmin yang muttaqin, terlihatlah bahwa manusia semacam ini hanyalah seorang fasiq belaka. Ia bukan ulama, meskipun khalayak menganggapnya ulama. Semoga kita dapat mencontoh akhlak mulia junjungan kita Rasulullah SAW dan dilindungi Allah SWT agar tidak tertipu oleh ulama palsu semacam ini.

Akhlak dan toleransi beragama

Akhlak yang baik menjadi ciri kebaikan iman seorang mukmin, dan dari sana akan terjadi segala perilaku atau amal shaleh yang baik yang menguntungkan atau menyelamatkan dirinya sendiri ataupun orang lain. Dan sebaliknya, akhlak yang buruk menjadi ciri lemah imannya seseorang, dan dari sana juga akan terjadi perilaku yang buruk yang hanya akan merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain. Singkatnya antara akhlak dan keimanan adalah satu kesatuan, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:

أَكْمَلُ المُؤمِنِيْنَ إيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا

Mukmin yang memiliki iman yang baik akan baik akhlaknya. (HR. Turmudzi)

Akhlak bisa berdimensi vertikal maupun horisontal. Akhlak vertikal adalah perilaku seseorang kepada penciptaNya, sedangkan akhlak horisontal adalah perilaku terhadap makhluk. Makhluk disini adalah keseluruhan ciptaan Allah, baik makhluk hidup atau alam semesta. Terlebih lagi akhlak kepada sesama manusia, baik yang beragama Islam maupun yang bukan beragama Islam.

Sudah terang bila ada seseorang mengaku beragama Islam tapi akhlaknya buruk kepada non-muslim, maka dipastikan dia mempunyai iman yang lemah.

Dilihat dari sejarah, bangsa Indonesia sedari dulu dikenal sebagai bangsa yang heterogen, multi etnis, multi budaya, dan multi agama. Namun kesemuanya dapat hidup berdampingan dengan damai. Agama-agama yang sekarang dipeluk oleh penduduk Indonesia sejatinya adalah agama yang didakwahkan dari luar wilayah Indonesia. Mulai dari Hindu, Budha, Islam, Kristen, hingga Konghucu. Namun demikian terbukti kesemuanya dapat masuk, diterima, dan berkembang dianut oleh penduduk di Indonesia.

Adalah sebuah keniscayaan bagi tiap pemeluk agama meyakini dan mengamalkan agamanya masing-masing. Hal ini dijamin dan dilindungi oleh negara. Karenanya, setiap warga negara harus bisa saling menghargai dan menerima keberadaan agama lain di negara kita ini.

Meskipun tidak meyakini kebenaran ajaran selain agamanya sendiri, tidak dibenarkan umat beragama saling menghina atau melecehkan keyakinan agama lain. Cukuplah meyakini kebenaran agama masing-masing, seraya menghargai keyakinan agama orang lain.

Pedoman toleransi beragama bagi umat Islam sudah jelas, yakni terdapat dalam Surah al-Kafirun 6:

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ 

Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku

Surah al-Baqarah 256:

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. 

Surah al-An’am 108:

وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ اللّهِ فَيَسُبُّوا اللّٰهَ عَدْوًا بِغَيْرِعِلْمٍ

Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.

Dari ayat-ayat diatas teranglah bahwa toleransi beragama dalam Islam sudah menjadi bagian integral dari ajaran Islam itu sendiri. Bila ajaran toleransi dapat diwujudkan dengan baik, maka faidah dan manfaatnya muncul dalam kehidupan, yakni terhindarnya umat beragama dari permusuhan dan perpecahan, mewujudkan hidup damai dan tenang, meningkatkan kualitas iman, dan mencerminkan kemuliaan agama yang kita anut.

Marilah kita memelihara sikap toleransi dalam beragama ini, namun di lain fihak juga harus bisa tegas menyikapi penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di dalam internal umat Islam sendiri, utamanya yang berkaitan dengan kerusakan akhlak. Sehingga dengan demikian kita dapat mengikuti suri tauladan Rasulullah SAW dalam menyempurnakan akhlak dan memperoleh syafa’at Beliau SAW kelak di akhirat nanti.

Diterbitkan di Opini